Tuesday, March 25, 2014

Musik Kehidupan (Adab Bercanda)

Karena di relung itu kadang ada ruang kosong yang sunyi senyap..



dengan musik riang kehidupan ruang kosong itu tuk sejenak menjadi semarak..

  

Apakah boleh kita bercanda? 

Pada dasarnya bercanda tidak dilarang selama tidak berlebihan. Berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya, maka bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rileks dan santai, menghilangkan rasa pegal dan lelah selepas aktivitas kuliah atau bekerja. Maka harapannya dengan sedikit suasana yang cair tersebut kita dapat menyendurkan urat-urat syaraf kita yang menegang karena aktivitas..


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Bercanda
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam beberapa hadits yang menceritakan seputar bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha“Aku belum pernah melihat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan amandelnya, namun beliau hanya tersenyum.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)

Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengan salah satu dari kedua cucunya yaitu Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits 70)

Adab Bercanda Sesuai Syariat
Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan dalam syariat. Mari kita perhatikan batasan-batasan yang lebih jelas dalam bercanda:
  1.  Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.
  2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
  3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.
  4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan-ed), ketika memberikan persaksian dan lain sebagainya.
  5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda.
    a. Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda
    Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallambersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) 
    Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud. Di Shahihkan AlBany -SI)
    b. Berdusta saat bercanda. 
    Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud, Di Shahihkan AlBany-SI). Rasullullah pun telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam“Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi-Tirmidzi, berkata hasan shahih-SI))
    c. Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.
    d. Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
    Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa.
  6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Isra’: 53)
  7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah-Di shahihka ASlbany-AH)
  8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya. 
  9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Qur’an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.



Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda yang diperbolehkan dalam syariat. Semoga setiap kata, perbuatan, tingkah laku dan akhlak kita mendapatkan ridlo dari Allah, pun dalam masalah bercanda. Kita senantiasa memohon taufik dari Allah agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang wajahnya tidak dipalingkan saat di kubur nanti karena mengikuti sunnah Nabi-Nya. 



Diringkas dari: majalah As-Sunnah edisi 09/tahun XI/ 1428 H/2007 M

Monday, March 17, 2014

Peran Muslimah dalam Amal Jama'i

Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Apa yang terlintas di benak ukhtifillah ketika kita berbicara tentang peran akhawat dalam amal jamai? 
Hmm, mungkin yang terpikir dibenak sahabat semua saat ini adalah menjadi korwat, sekretaris, bendahara atau seksi konsumsi? :) . 
Ya, hal-hal tersebut mungkin porsi yang sering kita isi dalam posisi fungsional dalam sebuah amal jama'i. Namun sejauh apakah sebenarnya peran tsb?

Kalau berbicara tentang posisi laki-laki dan perempuan dalam Islam tentu kita semua sudah tahu, bahwa Islam adalah agama yang sangat memuliakan wanita, dan tentu sudah banyak sekali buktinya. Salah satunya Allah secara istimewa menamai sebuah surat dalam Al-Quran dengan nama Annisaa. Begitupun Rasulullah mengumpamakan seorang wanita shalihah sebagai sebaik-baik perhiasan:


Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Lalu bagaimana dalam hal amalan shalih? 


"Barang siapa yang mengerjakan amalan saleh, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka pasti  akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. " (An-Nahl: 97)


Dari ayat diatas, dapat kita ketahui bahwa tidak ada yang membedakan kita dengan laki-laki dalam hal mengerjakan amalan shalih. Begitupun dalam amalan shalih jama'i, tentu kita memiliki peran, porsi dan kewajiban yang sama besarnya dengan laki-laki. Lalu apa yang membedakannya? 


Hal-hal yang membedakannya tersebut terletak dalam karakteristik dari laki-laki dan perempuan itu sendiri. Allah mengaruniakan kita dengan beberapa sifat  yang lebih dominan dari laki-laki, begitupun sebaliknya. Jika diibaratkan laki-laki adalah sebagai leader, maka perempuan adalah sebagai manajer.  Kalau kita ibaratkan menejer itu sendiri punya fungsi-fungsi manajemen, yaitu merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengontrol dengan baik


Yuk kita belajar dari ibunda kita, ibunda terbaik sepanjang masa Siti Khadijah ra. Beliau dengan keshalihannya, ketangguhannya, kegigihannya, kecerdasannya, kedermawanannya, dan pengorbanannya, senantiasa merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengontrol dengan baik dakwah bersama Rasulullah kala itu. Suatu ketika Siti Khadijah sedang menanak nasi, kemudian tanpa sadar beliau menangis. Rasulullah yang kala itu melihatnya, menghampirinya dan bertaya gerangan apa yang membuat beliau menangis. Melihat apa yang sedang dilakukan Siti Khadijah, Rasulullah meminta maaf kepadanya, karena tak ada lagi yang mereka miliki kecuali segenggam beras yang sedang ditanak saat itu. Namun, bukan... bukan hal itu yang membuat ibunda menjadi mendung, kesedihannya tersebut karena tak ada lagi harta yang dapat beliau berikan untuk dakwah ini. 


Atau kisah2 shabiyah lain, yang tak pernah gentar menghadapi musuh langsung dalam medan perang. Zainab Al Ghazali seorang ibu tidak berdosa harus menjadi santapan anjing lapar di penjara sempit dan berbau. 

Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan sampai bertahun tahun ia tinggal dalam sel penyiksaan itu. Padahal ia hanya seorang perempuan biasa yang setiap hari menyampaikan ceramah dari satu rumah ke rumah yang lain, dari satu majlis ke majlis yang lain.

Kita akhawatfillah belum sampai berhabis-habisan menginfakkan harta kita, belum sampai diminta menyerahkan nyawa kita. 

Maka Tetaplah di sini, biar mereka faham mengapa kita begitu mencintai dakwah ini. Tegarlah di sini sampai akhirnya Allah memanggil kita dengan keridhaannya...

Dan optimalkan peran kita sebagai manajer muslimah dalam amal jama'i yaitu untuk senantiasa  berbuat, berbuat, dan berbuat sesuai dengan karakter kita. 
"Lakukan segala apa yang mampu kalian amalkan. Sesungguhnya Allah tidak jemu sampai kalian sendiri merasa jemu," (HR. Bukhari )

Wallahu'alam


#Untuk100PejuangQuran

#CintaiYangDekat
#UjianSehatSehatUjian





Sabtu, 16 Maret 2014
diujung hari 23.42